CERPEN

JODOH PASTI BERTEMU


10 tahun yang lalu aku bertemu dengannya di lorong sekolah. Kami
berpapasan, tatanan rambut yang masih culun, tidak sepetri sekarang.
Aku masih ingat bagaimana cara dia berbicara dan parfum yang
dipakainya. Aku masih ingat kalau pada saat itu aku malu untuk diajak
berbicara dengan dia. Pandanganku tidak tertuju ke matanya, rasanya
aku tidak pantas memandang matanya yang coklat itu.

Setelah setahun kami menjadi siswa dan siswi SMA kami baru menjalin
kasih, lucu rasanya mengingat rasa dimana aku menemukan cinta
pertamaku, dimana bagaimana mengenggam tangannya adalah hal yang
sangat kutunggu dan menegangkan. Tangannya begitu kasar dan besar
beigtu mantab menggenggam tanganku, mungkin itu bagaimana dia
menunjukkan caranya menjagaku, senang rasanya. Aku juga masih ingat
bagaimana dia mengatakannya. Dia memanggilku ‘Non’ dan aku
memanggilnya ‘mas’. Yaah mungkin agak geli mendengarnya, tapi tak
apalah hahaha.

Aku ingat bagaimana dia mengatakannya padaku

“Non, kamu mau jadi pacarku gak?” katanya malu-malu. Ku taksanggup
menjawab. Ku jawab dengan senyum simpul yang mengartikan kata “iya”.
Aku masih suka tersenyum sendiri mengingat saat-saat menggelikan itu.
Saat menjelang UN aku dan dia saling memberikan semangat, saat yang
menegangkan rasanya masih terasa tenang karena tak habis-habisnya
support dari sang kekasih. Pada saat pengumuman kelulusan, aku senang
mendapat hasil yang memuaskan dan juga si ‘mas’ yang dapat nilai lebih
sempurna, aku lupa mengatakannya kalau dia adalah salah satu murid
yang terpintar dikelasnya.

Sesaat kesenangan itupun berubah menjadi saat yang sendu, aku harus
keluar kota melanjutkan studiku, masih di pulau Jawa, namun si ‘mas’
melanjutkan ke beda negara. Sebelum perpisahan kami yang menyebalkan
ini, kami menyempatkan waktu untuk menghabiskan waktu berdua. Kami
bertukar kecupan dan saling mengucapkan kata-kata yang mengingatkan
bahwa kami akan saling mengingat satu sama lain.

“Jangan lupa kabari aku ya non”

“Jangan lupa juga ya mas, hati-hati”

“Kamu non yang hati-hati”

Tak sanggup kami melepas kepergian satu dengan yang lainnya. Takut
rasanya kalau-kalau dia diambil yang lain, ya namanya juga cinta yang
pertama. Pertama juga merasakan rasa yang sedalam ini. Namun, pada
akhirnya tidak tahu juga kemana hubungan ini berlabuh. Aku dan mas
hanya bisa berharap dan berencana yang terbaik, kalau memang kita
bukan jodoh, kami bsia menjadi teman yang saling membantu dan
menyemangati.

3 bulan pertama perpisahan kami, semua berjalan dengan lancar,
chatting pun ku sempatkan walaupun ada perbedaan waktu. “Aku kangen”
adalah kalimat yang sering diucapkan ditengah obrolan kami. Ingin
rasanya datang mengunjunginya, tapi bagaimana martabatku sebagai
wanita? Bagaimana uang saku dari ibu bisa terkumpul?

Kembali lagi, harus menunggu, harus sabar. Kadang saat dimana rinduku
memuncak, aku hanya bisa diam dan kadang menjadi tidak fokus. Mungkin
benar kata ibu, aku tidak harus pacaran dulu.

Menginjak semester 5 aku dan si mas semakin sibuk, kami sama-sama
fokus mengejar cita-cita dan tujuan kami. Apa yang kami lakukan adalah
untuk menyenangkan hati orang tua kami masing-masing. Hubungan aku dan
si mas semakin lama semaking senggang, saat ada waktu luang aku chat
si mas, dibalasnya sehari sampai 2 hari setelahnya, sedih memang,
namun harus dijalani.

Makin lama si mas hanya mengabari seminggu sekali. Itu juga tidak
rutin, kalau ingat saja. Makin enggak semangat aku jalanin kuliah yang
semakin berat dan sibuk ini. Saat-saat seperti ini aku hanya bisa
berdoa. Semakin hari semakin jauh kami. Dan tidak saling bertukar
kabar. Saat aku mengintip profilenya dia berfoto dengan seorang wanita
yang aku tidak tahu itu siapa, si mas tidak pernah cerita tentang
teman wanitanya, takut aku cemburu mungkin, tapi kenapa aku malah
curiga? Aku langsung saja menanyakannya, rupanya respon dari mas tidak
enak, dia merasa aku curigai. Pikirku, wajar aku curiga, toh kalau
memang tidak ada hubungan saat ditanya tidak usah marah seperti itu.

Semakin lama hubungan kami semakin tidak jelas, kabar tidak ku dapat,
dan pada saat kita punya waktu untuk mengobrol jarak jauh, selalu
terjadi salah paham dan akhirnya hanya marah-marah dan tidak bisa
berdamai. Setelah lama rasanya aku tidak punya rasa apa-apa padanya,
kuputuskan saja untuk mengakhiri semuanya. Walaupun memang sakit
rasanya, tapi ya sudahlah jodohku memang hanya sampai disini, ada yang
lebih baik lagi mungkin.

Akhirnya sampai lulus kuliah aku menyandang status jomblo, ya tidak
apalah yang penting ada prestasi yang bisa dicapai.

Dan pada sekarang ini aku sudah sukses dan sudah menikah. Tak mengira
juga ternyata jodohku adalah si mas. Kami bertemu kembali saat acara
reuni SMA beberapa tahun yang lalu, kami mengulang semuanya, kembali
memulai yang baru, dan kami memiliki 2 anak yang kembar. Rasanya
kebahagianku sudah lengkap.

Komentar

Postingan Populer