MAKALAH ETIKA BISNIS
MAKALAH ETIKA
BISNIS
“ HUBUNGAN
PERUSAHAAN DENGAN STAKEHOLDER, LINTAS BUDAYA, DAN POLA HIDUP AUDIT SOSIAL”
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 7
Dejan Muhammad
|
11215648
|
M. Kasyfi Dunggio
|
14215217
|
Muthia Safira
|
14215858
|
Sofyan Effendi
|
16215651
|
KELAS
3EA15
FAKULTAS
EKONOMI
JURUSAN
MANAJEMEN
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Stakeholder
dalam konteks ini adalah tokoh – tokoh masyarakat baik formal maupun informal,
seperti pimpinan pemerintahan (lokal), tokoh agama, tokoh adat, pimpinan
organisasi social dan seseorang yang dianggap tokoh atau pimpinan yang diakui
dalam pranata social budaya atau suatu lembaga (institusi), baik yang bersifat
tradisional maupun modern.
Pada
dasarnya setiap kegiatan perusahaan yang berhubungan dengan sumber daya alam, pasti
mengandung nilai positif, baik bagi internal perusahaan maupun bagi eksternal
perusahaan dan pemangku kepentingan yang lain. Meskipun demikian nilai positif
tersebut dapat mendorong terjadinya tindakan-tindakan dan perbuatan-perbuatan
yang akhirnya mempunyai nilai negatif, karena merugikan lingkungan, masyarakat
sekitar atau masyarakat lain yang lebih luas. Nilai negatif yang dimaksud
adalah seberapa jauh kegiatan perusahaan yang bersangkutan mempunyai potensi
merugikan lingkungan dan masyarakat. Atau seberapa luas perusahaan lingkungan
terjadi sebagai akibat langsung dari kegiatan perusahaan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana
bentuk stakehoulder ?
2. Apa
definisi dari stereotype, prejudice, stigma social ?
3. Mengapa
perusahaan harus bertanggung jawab ?
4. Bagaimana
komunitas Indonesia dan etika bisnis ?
5. Bagaimana
dampak tanggung jawab social perusahaan ?
6. Bagaimana
mekanisme pengawasan tingkah laku ?
1.3 Tujuan Masalah
1. Mengetahui
bentuk stakehoulder
2. Mengetahui
definisi dari stereotype, predudice, stigma social
3. Mengetahui
mengapa perusahaan harus bertanggung jawab
4. Mengetahui
komunitas Indonesia dan etika bisnis
5. Mengetahui
dampak tanggung jawab social perusahaan
6. Mengetahui
mekanisme pengawasan tingkah laku
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 BENTUK STAKEHOLDER
Stakeholders dapat diartikan sebagai
segenap pihak yang terkait dengan isu dan permasalahan yang sedang diangkat.
Misalnya bilamana isu periklanan, maka stakeholder dalam hal ini adalah
pihak-pihak yang terkait dalam isu periklanan, seperti nelayan, masyarakat
pesisir, pemilik kapal, anak buah kapal, pedagang ikan ,pengelah ikan,
pembudidaya ikan, pemerintah, pihak swasta dibidang periklanan, dan sebagainya.
Stakeholder dalam hal ini juga dinamakan pemangkun kepentingan.
Lembaga-lembaga telah menggunakan istilah
stakeholder ini secara luas kedalam proses pengambilan dan implementasi
keputusan. Secara sederhana stakeholder sering dinyatakan sebagai para pihak,
lintas pelaku, atau pihak-pihak yang terkait dengan suatu isi atau rencana.
Stakeholder menurut definisinya adalah
kelompok atau individu yang dukunganya diperlukan demi kesejahteraan dan
kelangsungan hidup organisasi. stakeholder dapat diketegorikan kedalam beberapa
kelompok yaitu stakeholder primer, sekunder dan stakeholder kunci.
2.1.1
Macam-macam
Stakeholders
1.
Stakeholder
Utama (Primer)
Stakeholder utama merupakan stakeholder yang
memiliki kaitan kepentingan secara langsung dengan suatu kebijakan, program,
dan proyek. Mereka harus ditempatkan sebagai penentu utama dalam proses
pengambilan keputusan.
Contoh
: Pemilik modal atau saham, kreditor, karyawan, pemasok, konsumen, penyalur dan
pesaing atau rekanan. Menurut Clarkson, suatu perusahaan atau organisasi dapat
didefinisikan sebagai suatu system stakeholder primer yang merupakan rangkaian
kompleks hubungan antara kelompok-kelompok kepentingan yang mempunyai hak,
tujuan, harapan, dan tanggung jawab yang berbeda. Perusahaan ini juga harus
menjalin relasi bisnis yang baik dan etis dengan kelompok ini.
2.
Stakeholder
Pendukung (Sekunder)
Stakeholder
sekunder adalah pihak yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh perusahaan, tapi
mereka tidak terlibat dalam transaksi dengan perusahaan dan tidak begitu
penting untuk kelangsungan hidup perusahaan.
Contohnya
Pemerintah setempat, pemerintah asing, kelompok sosial, media massa, kelompok
pendukung, masyarakat. Perusahaan tidak bergantung pada kelompok ini untuk
kelangsungan hidupnya, tapi mereka bisa mempengaruhi kinerja perusahaan dengan
mengganggu kelancaran bisnis perusahaan. Pemerintah setempat, pemerintah asing,
kelompok sosial, media massa, kelompok pendukung, masyarakat.
3.
Stakeholder
Kunci
Stakeholder
kunci merupakan stakeholder yang memiliki kewenangan secara legal dalam hal
pengambilan keputusan. Stakeholder kunci yang dimaksud adalah unsur eksekutif
sesuai levelnya, legislatif dan instansi. Stakeholder kunci untuk suatu
keputusan untuk suatu proyek level daerah kabupaten.
Yang
termasuk dalam stakeholder kunci yaitu :
·
Pemerintah Kabupaten
·
DPR Kabupaten
·
Dinas yang membawahi langsung proyek
yang bersangkutan.
2.2 STEREOTYPE, PREJUDICE, STIGMA SOCIAL
Perusahaan
pada dasarnya adalah suatu bentuk organisasi dengan kebudayaan yang spesifik
yang hanya di miliki oleh perusahaan yang bersangkutan sehingga angota –
anggota korporasi tersebut yang juga anggota sebuah komunitas.
Dalam
kaitannya dengan perbedaan budaya da pola hidup yang ada sebagai lingkungan
perusahaan yang bersangkutan, maka masalah akulturasi menjadi hal yang penting
di perhatikan. Akulturasi atau dalam arti percampuran budaya antara satu
komnitas dengan komunitas lain dapat terjadi ketika anggota komunitas melakukan
interaksi sosial yang intensif.
Penyebaran
pengetahuan budaya dari satu kelompok sosial (termasuk di dalamnya perusahaan)
kepada perusahaan lainya mengandung pengaruh dari kebudayaan tertentu, sehingga
diffusi (Pengaruh) ini dapat menjadi pengetahuan bagi kelompok lainnya.
Dapat
kita identifikasi bahwa dominasi pengaruh global lebih kuat dari pada budaya
komunitas indonesia itu sendiri. Penggunaan budaya dominan akan semakin sering
kita akulturasi budaya terus berjalan dengan baik, kekuatan pengaruh budaya
semakin dapat menjadikan budaya yang dominan sebagai acuan untuk bertindak dan
bertingkah laku.
Lintas
budaya menjadi suatu proses yang umum terjadi, hal ini karena komunikasi sangat
mudah terjangkau, dan interaksi antar kelompok yang berbeda sangat mudah
terjadi. Oleh karena itu segala kegiatan yang menjadi dasar bagi aktivitas
perusahaan yang mengandung proses lintas budaya.
Perbedaan
pola hidup akan menjadi suatu hambatan bagi berjalannya korporasi, masalah –
masalah intern pegawai atau anggota korporasi dapat juga menjadi kendala.
Biasanya pegawai yang berasal dari penduduk lokal sering diidentikan dengan
orang yang malas–malas, tidak mau maju, dsb. Memungkinkan perlunya suatu usaha
untuk melakukan monitoring, evaluasi dan audit sosial terhadap berjalannya
korporasi yang di lakukan oleh orang tertentu yang memang berkeahlian di bidang
tersebut.
Dalam
interaksi sosial akan muncul di dalamnya identitas yang mencirikan golongan
sosial dari individu yang bersangkutan berupa atribut – atribut/ciri – ciri,
tanda, gaya bicara yang membedakan dengan atribut dari sukubangsa. Hubungan
antar sukubangsa yang ada dalam wilayah cenderung mengarah pada penguasaan,
maka akan muncul stereotype, prejudice, dan stigma social.
·
Stereotype adalah anggapan satu golongan
terhadap golongan lainnya dan biasanya
anggapan ini berkaitan dengan keburukan – keburukan kelompok lain.
·
Prejudice merupakan prasangka dari
golongan satu terhadap golongan lainnya.
·
Stigma adalah suatu penilaian dari satu golongan terhadap golongan lainnya untuk
ber hati – hati dan kalau bisa tidak
berhubungan dengan golongan lain tersebut.
Stereotype, prejudice dan stigma sosial
muncul karena pengalaman seorang individu dari golongan satu terhadap golongan
lainnya dan kemudian individu tersebut mengabarkan pengalamannya tersebut.
Akibat dari pengetahuan tentang sukubangsa lain
dari golongan sosial lain akan
dipakai sebagai referensi dalam pengetahuan budayanya untuk beradaptasi dengan
dengan suku bangsa lain.
2.3 MENGAPA PERUSAHAAN HARUS
BERTANGGUNG
Secara
umum Corporate Social Responsibility merupakan peningkatan kualitas kehidupan
mempunyai arti adanya kemampuan manusia sebagai individu anggota komunitas
untuk dapat menanggapi keadaan sosial yang ada, dan dapat menikmati serta
memanfaatkan lingkungan hidup termasuk perubahan – perubahan yang ada sekaligus
memelihara.
Konsep
Corpotare Social Responsibility melibatkan tanggung jawab kemitraan antara
pemerintah, lembaga sumber daya komunitas, juga komunitas tempat (Lokal)
kemitraan ini, tidaklah bersifat pasif dan statif. Kemitraan ini merupakan
taggung jawab bersama secara sosial antar stakeholder. Konsep kedermawanan
perusahaan atau (Corpotare Philanthtopy) dalam tanggung jawab sosial tidak lagi
memadai, karena konsep tersebut tidak melibatkan kemitraan tanggung jawab
perusahaan secara sosial dengan stakeholders lainnya.
Pengeluaran
yang dilakukan oleh perusahan untuk pembangunan komunitas sekitarnya terkadang
hanya bersifat formasilme/adhoc tanpa di landasi semangat untuk memandirikan
komunitas.
Sebuah
perusahaan harus memiliki tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang
saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan. Perusahaan
tidak akan berdiri begitu saja tanpa adanya subjek-subjek yang berperan
langsung dalam usaha tersebut baik subjek dari segi internal maupun eksternal
perusahaan. Perusahaan ada karena permintaan konsumen terhadap suatu produk.
Perusahaan dapat berkembang karena adanya keikutsertaan pemegang saham dan
karyawan didalamnya. Bahkan sebuah perusahaan pun ada karena adanya izin dari
masyarakat yang berada di sekitar lingkungan perusahaan. Rasa tanggung jawab
akan menjadikan sebuah perusahaan akan berkembang dan kian maju.
· Bentuk
tanggung jawab perusahaan terhadap konsumen :
-
Memberikan pelayanan yang baik terhadap
para konsumen.
-
Kelayakan terhadap barang/jasa yang
didapat oleh konsumen.
-
Meberikan bonus potongan teradap
konsumen.
· Bentuk
tanggung jawab perusahaan terhadap karyawan :
-
Mensejahterakan karyawan dengan cara
memberikan gaji sesuai waktu kerja dan kinerjanya.
-
Memberikan rewards dalam bentuk
tunjangan gaji.
-
Memberikan fasilitas kesehatan, seperti
asuransi.
· Bentuk
tanggung jawab perusahaan terhadap pemegang saham :
-
Berusaha jujur atas jalannya perusahaan,
baik dari segi materil maupun non materil.
-
Harus ada rasa tanggung jawab atas
investasi yang diberikan oleh seorang investor.
· Bentuk
tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan:
-
Dalam kasus sebuah pabrik, yaitu tidak
membuang limbah pabrik secara sembarang karena dapat mencemari lingkungan
-
Melakukan rehabilitas lingkungan
sekitar.
· Organisasi
bisnis memiliki empat tanggung jawab yakni :
-
Tanggung jawab ekonomi yakni memproduksi
barang dan jasa yang bernilai bagi masyarakat.
-
Tanggung jawab hukum yakni perusahaan
diharapkan mentaati hukum yang ditentukan oleh pemerintah
-
Tanggung jawab etika yakni perusahaan
diharapkan dapat mengikuti keyakinan umum mengenai bagaimana orang harus
bertindak dalam suatu masyarakat.
-
Tanggung jawab kebebasan memilih yakni
tanggung jawab yang diasumsikan bersifat sukarela.
2.4 KOMUNITAS INDONESIA DAN ETIKA
BISNIS
Indonesia
memerlukan suatu bentuk etika bisnis yang sangat spesifik dan sesuai denga
model indonesia. Hal ini dapat di pahami bahwa bila ditilik dari bentuknya,
komunitas Indonesia, komunitas elite, dan komunitas rakyat.
Bentuk
– bentuk pola hidup komunitas di indonesia sangat bervariasi dari berburu
meramu sampai dengan industri jasa. Dalam suatu kenyataan di komunitas
indonesia pernah terjadi mala petaka kelaparan di daerah Nabire Papua. Bahwa
komunitas Nabire mengkonsumsi sagu, pisang, ubi dan dengan keadaaan cuaca yang
kemarau tanah tidak dapat mendukung pengolahan bagi tanaman ini, kondisi ini
mendorong pemerintah dan perusahaan untuk dapat membantu komunitas tersebut.
Dari gambaran ini tampak bawa tidak adanya rasa empati bagi komunitas elite dan
perusahaan dalam memahami pola hidup komunitas lain.
Dalam
konteks yang demikian, maka di tuntut bagi perusahaan untuk dapat memahami
etika bisnis ketika berhubungan dengan stakeholder di luar perusahaannya
seperti komunitas lokal atau kelompok sosial yang berbeda pola hidup.
Seorang
teman Arif Budimanta mensitir kata–kata sukarno presiden pertama indonesia yang
menyatakan bahwa “tidak akan di serahkan pengelolaan sumber daya alam Indonesia
kepada pihak asng sebelum orang Indonesia mampu mengelolanya”, kalimat ini
terkandung suatu pesan etika bisnis yang teramat dalam bahwa sebelum bangsa
Indonesia dapat menyamai kemampuan asing, maka tidak akan mungkin wilayah
Indonesia di serahkan kepada asing (pengelolaannya).
Jati diri bangsa perlu
digali kembali untuk menetapkan sebuah etika yang berlaku secara umum bagi
komunitas Indonesia yang multikultur ini. Jati diri merupakan suatu bentuk kata
benda yang bermakna menyeluruh sebagai
sebuah kekuatan bangsa.
2.5 DAMPAK TANGGUNG JAWAB SOSIAL
PERUSAHAAN
Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan apabila dilaksanakan dengan benar, akan memberikan
dampak positif bagi perusahaan, lingkungan, termasuk sumber daya manusia,
sumber daya alam dan seluruh pemangku kepentingan dalam masyarakat. Perusahaan
yang mampu sebagai penyerap tenaga kerja, mempunyai kemampuan memberikan
peningkatan daya beli masyarakat, yang secara langsung atau tidak, dapat
mewujudkan pertumbuhan lingkungan dan seterusnya. Mengingat kegiatan perusahaan
itu sifatnya simultan, maka keberadaan perusahaan yang taat lingkungan akan
lebih bermakna.
Pada
dasarnya setiap kegiatan perusahaan yang berhubungan dengan sumber daya alam,
pasti mengandung nilai positif, baik bagi internal perusahaan maupun bagi
eksternal perusahaan dan pemangku kepentingan yang lain. Meskipun demikian
nilai positif tersebut dapat mendorong terjadinya tindakan-tindakan dan
perbuatan-perbuatan yang akhirnya mempunyai nilai negatif, karena merugikan
lingkungan, masyarakat sekitar atau masyarakat lain yang lebih luas. Nilai
negatif yang dimaksud adalah seberapa jauh kegiatan perusahaan yang
bersangkutan mempunyai potensi merugikan lingkungan dan masyarakat. Atau
seberapa luas perusahaan lingkungan terjadi sebagai akibat langsung dari
kegiatan perusahaan.
Perusahaan
yang pada satu sisi pada suatu waktu menjadi pusat kegiatan yang membawa
kesejahteraan bahkan kemakmuran bagi masyarakat, pada satu saat yang sama dapat
menjadi sumber petaka pada lingkungan yang sama pula. Misalnya terjadi
pencemaran lingkungan atau bahkan menyebabkan kerusakan alam dan lingkungan
lain yang lebih luas.
Jadi perusahaan akan
mempunyai dampak positif bagi kehidupan pada masa-masa yang akan datang dengan
terpeliharanya lingkungan dan semua kepentingan pada pemangku kepentingan yang
lain sehingga akan menghasilkan tata kehidupan yang lebih baik. Sebaliknya para
penentang pengaturan dan pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan secara
formal berpendapat apabila tanggung jawab tersebut harus diatur secara formal,
disertai sanksi dan penegakan hukum yang riil. Hal itu akan menjadi beban
perusahaan. Beban perusahaan akhirnya akan menjadi beban masyarakat sebagai
pemangku kepentingan. Oleh karena itu tanggung jawab sosial perusahaan sangat
tepat apabila tetap sebagai tanggung jawab moral, dengan semua konsekuensinya.
2.6 MEKANISME PENGAWASAN TINGKAH LAKU
Mekanisme
dalam pengawasan terhadap para karyawan sebagai anggota komunitas perusahaan
dapat dilakukan berkenaan dengan kesesualan atau tidaknya tingkah laku anggota
tersebut denga budaya yang dijadikan pedoman korporasi yang bersangkutan.
Mekanisme pengawasan tersebut berbentuk audit sosal sebagai kesimpulan dari
monitoring dan evaluasi yang dilakukan sebelumnya.
Monitoring
dari evaluasi terhadap tingkah laku anggota suatu perusahaan atau organisasi
pada dasarnya harus dilakukan oleh perusahaan yang bersangkutan secara
berkesinambugan. Monitoring yang dilakuka sifatnya berjangka pendek sedangkan
evaluasi terhadap tingkah laku anggota perusahaan berkaitan dengan kebudayaan
yang berlaku dilakukan dalam jangka panjang. Hal dari evaluas tersebut menjadi
audit sosial. Pengawasan terhadap tingkah laku dan peran karyawan pada dasarnya
untuk menciptakan kinerja karyawan itu sendiri yang mendukung sasaran dan
tujuan dari proses berjalannya perusahaan. Kinerja yang baik adalah ketika
tindakan yang diwujudkan sebagai peran yang sesuai dengan status dalam pranata
yang ada dan sesuai dengan budaya perusahaan yang bersangkutan.
Oleh
karena itu, untuk mendeteksi apakah budaya perusaaan telah menjadi bagian dalam
pengetahuan budaya para karyawannya dilakukan audit sosal dan sekaligus
merencanakan apa aja yang harus dilakukan oleh perusahaan untuk menguatkan
nilai-nilai yang ada agar para karyawan sebagai anggota perusahaan tidak
memunculkan pengetahuan budaya yang dimilikinya di luar lingkungan perusahaan.
Dalam
kehdupan komunitas atau komunitas secara
umum, mekanismne pengawasan terhadap tindakan anggota-anggota komunitas
biasanya berupa larangan-larangan dan sanksi-sanksi sosial yang terimplementasi
di dalam atura adat. Sehingga tampak bahwa kebudayaan menjadi sebuah pedoman
bagi berjalannya sebuah proses kehidupan komunitas atau komunitas. Tindaka
karyawan berkenaan dengan perannya dalam pranata sosial perusahaan dapat menen
tukan keberlangsungan aktivitas.
Karyawan
sebagai stake holder, terdapat juga para bekas karyawan, para direksi, pemilik
modal yg juga menentukan berjalannya aktivitas pranata sosial perusahaan.
Kesemua stakeholder tersebut menduduki status dan peran tertentu dalam koporasi
dan mempunyai hubungan fungsional satu dengan lainnya.
Pada
dasarnya suatu perusahaan adalah sebuah organisasi yang dalam kenyataannya
menempati suatu wilayah sosial tertentu. Dan sebagai suatu bentuk
organisai,korporasi tentunya mempunyai tujuan yang dapat dipahami secara
bersama oleh para anggotanya dan dapat menjamin kehidupan para anggotanya dalam
lingkup organisasi yang bersangkutan. Perusahaan sebagai bagian dari suatu
komunitas dan mempunyai suatu kebudayaan tersendiri akan mempunyai sifat yang
adaptif terhadap lingkungannya, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial
dan budaya yang ada disekitarnya.
Berjalannya
suatu perusahaan tidak akan lepas dari segala perhitungan dan perencanaan yang
mengatur pola aturan yang ada, seperti halnya pada komuitas lainnya seperti
komunitas suku bangsa. Kehidupan sosial komunitas suku bangsa tersebut dalam
lingkup kecil (Desa/kampung/dusun) dapat dipantau dan di monitor oleh adat istiadatnya sesuai dengan pranata
sosial yang berlaku (kekerabatan,ekonomi, teknologi, mata pencaharian
dsb). Dalam perusahaan, apa yang
dikatakan sebagai proses audit sosial adalah mirip atau sama dengan cara – cara
yang dipakai untuk memeriksa keuangan perusahaan yang bersangkutan.
Sebagai
sebuah organisasi, perusahaan yang mempunyai beberpa tenaga ahli dalam
menyiapkan anggaran–anggaran yang dikelurakan, dan begitu dengan pemerikasaan
terhadap anggaran yang telah dikelurkan berkaitan dengan berjalannya organisasi
yang bersangkutan seperti ahli akuntansi dan pemegang buku.
Tenaga–tenaga
ahli tersebut merupakan individu–individu yang menduduki status tertentu,
status dalam hal ini adalah kumpulan hak dan kewajiban yang ada pada diri
seseorang dalam satu lingkup kebudayaan . Sehingga individu tersebut harus
berperan sesui dengan apa yang diisyratkan oleh kebudayaan yang mengatur status
yang bersangutan.
Sehingga
pengukuran finansial sebuah organisasi akan juga dipengaruhi oleh pegawai
(tenaga) dari pengukur tersebut, dan ini sangat terkait dengan sistem sosial
dari pegawai yang bersangkutan. Memang pada dasarnya anggota perusahaan berasal
dari anggota komunitas yang berbeda–beda kebudayaan dan sukubangsa , dan dengan
bersama–bersama dengan orang lain yang berbeda kebudayaan dan sukubangsa
bergabung sebagai satu komunitas perusahaan. Dalam kehidupan komunitas, sistem
sosial akan terus berjalan untuk mengatur segala tingkah laku
individu-individunya.
Berkaitan
dengan pelaksanaan audit sosial, maka sebuah perusahaan atau organisasi harus
jelas terlebih dahulu tentang beberapa aktivitas yang harus dijalankan seperti
:
1. Aktivitas
apa saja yang harus dilakukan sebagai sebuah orgnisasai, dalam hal ini sasaran
apa yang menjadi pokok dari perusahaan yang harus dituju – internal maupun
ekstrnal (sasaran).
2. Bagaimana
cara melakukan pencapaian dari sasaran yang dituju tersebut sebagai rangkaian
suatu tindakan (rencana tindakan) yang
mengacu pada suatu pola dan rencana yang sudah disusun sebelumnya.
3. Bagaimana
mengukur dan merekam pokok – pokok yang harus dilakukan berkaitan dengan
sasaran yang dituju, dalam hal ini keluasan dari kegiatan yang dilakukan
tersebut (indikator).
Ketiga
bentuk aktivitas tersebut terangkai dalam suatu arena sehingga dengan demikian
menjadi sangat sederhana untuk merancang prosedur bagi pemantuan aktivitas yang
bersangkutan, apa yang terjadi dari hari ke hari dengan memonitor kegiatan dari
hari ke hari oleh pemegang buku catatan sosial.
Sehingga
dengan demikian seorang pemeriksa sosial adalah ‘teman yang mengkritik’
(idealnya oran luar) yang secara periodik memeriksa ‘buku’ dan menanyakan
pertanyaan lebih mendalam untuk membantu ketentuan organisasi secara sistematis
pada tingakat yang efektif dalam oprasi internalnya sebaik pada dampak
eksternalnya dalam kaitannya dengan kondisi sosial budaya baik secara intern
maupun ekstern korporasi. Dalam pelaksanaan aktivitas dalam organisasi atau
perusahaan dapat dicatat walaupun pada dasarnya ide–ide tersebut bukan berasal
dari visi dan misi dari organisasi atau perusahaan.
Pelaksanaan
auditor sosial yang berpengalaman biasanya akan bekerja mengukur dan memgrahkan
berjalannya sebuah organisasi berdasarkan pada visi dan misi yang ada, pada
awalnya dia membantu dalam memberikan segala keterangan tentang berjalannya
sebuah organisasi berkaitan dengan indikator yang harus diperhatikan, sasaran
yang ingin dicapai dan kemudian juga merekam kenytaan sosial yang sedang
berjalan dan bagaimana prosedur penilaiannya.
Audit
sosial ini merupakan sistem yang ada dalam kebudayaan perusahaan yang oleh
anggota –anggotanya dipakai untuk merencanakan kegiatan organisasi yang
bersangkutan dan tentunya didasari pada kebudayaan yang berlaku di organisasi
yang bersangkutan.
BAB
III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Pada dasarnya setiap
kegiatan perusahaan yang berhubungan dengan sumber daya alam, pasti mengandung
nilai positif, baik bagi internal perusahaan maupun bagi eksternal perusahaan
dan pemangku kepentingan yang lain. Meskipun demikian nilai positif tersebut dapat
mendorong terjadinya tindakan-tindakan dan perbuatan-perbuatan yang akhirnya
mempunyai nilai negatif, karena merugikan lingkungan, masyarakat sekitar atau
masyarakat lain yang lebih luas. Nilai negatif yang dimaksud adalah seberapa
jauh kegiatan perusahaan yang bersangkutan mempunyai potensi merugikan
lingkungan dan masyarakat. Atau seberapa luas perusahaan lingkungan terjadi
sebagai akibat langsung dari kegiatan perusahaan.
SUMBER
https://farici11.wordpress.com/2015/12/15/peran-sistem-pengaturan-good-goverence/
Komentar
Posting Komentar